Jumat, 14 Juni 2013

BAHAYA RADIASI HANDPHONE

 BAHAYA PENGGUNAAN HANDPHONE


Jakarta - Dampak penggunaan ponsel masih menyisakan perdebatan panjang hingga saat ini. Ada pihak yang menyakini bahwa radiasi ponsel dapat mengganggu kesehatan. Namun, ada juga yang bersikukuh bahwa ponsel tidak berbahaya.

Walau masih dalam perdebatan, tapi tak ada salahnya jika kita lebih bijaksana saat menggunakan ponsel untuk menghindari bahaya radiasinya. Seperti yang dikutip dari detikinet, ada beberapa penyakit yang mungkin bisa disebabkan oleh radiasi telepon genggam. Apa saja?
1. Kanker Otak
World Health Organization (WHO) mengungkapkan radiasi ponsel dapat menyebabkan kanker otak. Radiasi ponsel dikategorikan sama dengan zat karsinogenik berbahaya seperti timbal, asap knalpot, dan kloroform. Penelitian dilakukan oleh tim yang terdiri dari 31 ilmuwan dari 14 negara, termasuk Amerika Serikat, menemukan cukup bukti untuk mengkategorikan radiasi ponsel sebagai sejenis zat berbahaya bagi manusia. Mereka menemukan bukti peningkatan glioma dan peningkatan resiko kanker otak akustik neuroma bagi pengguna ponsel.

2. Risiko Pada Anak
Laporan dari International EMF (Electromagnetic Field) Collaborative yang ditulis kelompok peneliti internasional pernah mengakui adanya kemungkinan munculnya kanker akibat terstimulasi penggunaan ponsel, terlebih bagi anak-anak. "Kami menyarankan perhatian yang lebih besar bagi anak-anak yang memakai ponsel karena jaringan otak mereka masih dalam tahap perkembangan," ujar Terry Svain dari Occupation and Environmental Cancer Committee.

3. Risiko Terhadap Ibu Hamil
Para peneliti di Yale University mempelajari efek radiasi yang dihasilkan dari perangkat genggam dengan melakukan percobaan kepada tikus yang sedang hamil. Studi ini untuk menentukan mengenai kemungkinan cacat perkembangan bagi bayi yang terkena paparan radiasi ponsel cukup lama.

Setelah melakukan sejumlah penelitian, kesimpulan sementara adalah paparan radiasi pada ponsel dalam jangka tertentu ternyata dapat menyebabkan bayi yang lahir mengalami dampak negatif pada otak, dan besar terkena risiko ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). ADHD sendiri merupakan gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.

BAHAYA BERCIUMAN

Satu Ciuman Sejuta Bahayanya

Ini bumbu dalam pacaran remaja. Tapi, ngeh nggak kamu ancaman di balik aksi itu? Selain dosa, juga membahayakan kesehatan.

Bagi para aktivis pacaran, tanpa ciuman ibarat ibarat sayur tanpa garam. Bahkan sebagian lagi menganggap, bahwa ciuman adalah bagian budaya kita di era globalisasi ini. Ciuman adalah salah satu ciri dalan kehidupan modern, tanda kemajuan jaman. Yang tidak ciuman, khususnya para remaja, dibilang kuno bin kolot, bahkan ketinggalan jaman. 
Coba saja amati, saat peresmian suatu acara atau bangunan, atau penganugerahan satu gelar atau penghargaan, bisa kita lihat ciuman selalu mengiringi ucapan selamat. Yang ngerjain nggak cuma kalangan selebritis, tapi pejabat juga mengamalkannya. Kalau dulu ciuman hanya antara wanita, maka sekarang antar lain jenis pun dilaksanakan, dan dipublikasikan secara terbuka. Nggak heran di televisi apalagi layar lebar, adegan ciuman pasti ditemui dan seolah sudah menjadi suatu kebiasaan, layaknya tegur sapa bila bertemu dengan kenalan. Justru aneh bila ada sinetron atau tayangan lainnya yang sepi bahkan tidak ada ada adegan ciumannya. Yah, begitulah kenyataan yang ada di sekitar kita. Ciuman sudah bukan hal tabu, tapi sudah jadi tradisi dan merakyat, sehingga bisa kita temui dimana saja dan kapan saja. Tidak hanya adegan TV, tapi juga di tempat-tempat umum.

Jumat, 15 Maret 2013

ANGINA PECTORIS IN EMERGENCY

Pathophysiology

The past 2 decades has greatly expanded our overall understanding of the pathophysiology of myocardial ischemic syndromes. The primary dysfunction in angina pectoris is decreased oxygen delivery to myocardial muscle cells. The 2 predominant mechanisms by which delivery is impaired appear to be coronary artery narrowing and endothelial dysfunction. Any other mechanism that affects oxygen delivery can also precipitate symptoms.
Extracardiac causes of angina include, but are by no means limited to, anemia, hypoxia, hypotension, bradycardia, carbon monoxide exposure, and inflammatory disorders.[3] The end result is a shift to anaerobic metabolism in the myocardial cells. This is followed by a stimulation of pain receptors that innervate the heart. These pain receptors ultimately are referred to afferent pathways, which are carried in multiple nerve roots from C7 through T4. The referred/radiating pain of angina pectoris is believed to occur because these afferent pathways also carry pain fibers from other regions (eg, the arm, neck, and shoulders).

Coronary artery narrowing

 

Coronary artery narrowing appears to be the etiology of cardiac ischemia in the preponderance of cases. This has clinical significance when atherosclerotic disease diminishes or halts blood flow through the coronary arterial circulation, interfering with normal laminar blood flow. The significance of even a small change in the diameter of a blood vessel can be profound. The Poiseuille law predicts this outcome—the rate of flow is decreased exponentially by any change in the radius of the lumen. As with a smaller pediatric airway, even relatively minute changes in diameter have dramatic consequences in flow rates. Thus, when a lumen is narrowed by one fifth, the flow rate is decreased by about one half. This predicts that even a small change in a coronary artery plaque size can affect the oxygenation through that vessel's territory.
The epicardial vessel, where atherosclerosis often takes place, has the capacity to dilate via autoregulatory mechanisms to respond to increased demand. Angina occurs as this compensatory mechanism is overwhelmed either by large plaques (typically considered 70% or greater obstruction) or by significantly increased myocardial demand.[4]